"Komunitas Yang Sejati"

Lukas 5:17-26
Pendahuluan:
Karena kita diciptakan untuk hidup bersama, berdampingan, tak akan mungkin mampu hidup sendiri, oleh sebab itu manusia disebut mahkluk social. Jadi kita harus mengakui kita membutuhkan org lain di samping kita. Bahkan sampai matipun, kita masih membutuhkan orang lain. Oleh sebab itu, Manusia harus menciptakan dan membangun hubungan yang baik dengan orang lain. Tentu kita harus menyeleksi hubungan yang kita bangun, atau komunitas yang dapat saling memberkati, hingga sampai dapat membangun suatu ’Komunitas yang sejati’. Komunitas yang sejati adalah tempat di mana seseorang dapat mengalami pertumbuhan kerohanian, saling membangun dan menolong satu dengan yang lainnya. Seperti apa komunitas yang sejati itu? Mari kita melihat dalam kisah Luk 5:17-26.

Injil Lukas memberikan suatu kisah hidup yang menakjubkan atau sebuah realty show yang mengharukan, yang tertangkap bukan oleh sebuah TV Swasta Indonesia tetapi Tuhan izinkan Lukas mencatatnya untuk menjadi pelajaran iman di kemudian hari. Kisah itu menjadi kisah luar biasa bukan sekedar pada peristiwa mujizat penyembuhan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Memang mujizat sangat dibutuhkan oleh si penderita penyakit lumpuh tersebut tetapi juga menjadi dahsyat dikarenakan pada kisah kebersamaan yang dilakukan oleh komunitas dari si lumpuh tersebut. Apakah yang ingin dipaparkan dalam perikop ini tentang arti komunitas?

1. Antar Komunitas harus saling membangun.
Perikop ini memaparkan suatu fakta yang janggal, yaitu ada suatu komunitas rohani (Komunitas Orang Farisi dan Komunitas Ahli Taurat) merasakan tak senang atas yang dilakukan Tuhan Yesus yang melakukan penyembuhan kepada sebuah komunitas biasa (si lumpuh dan sahabat-sahabatnya). Padahal ’mereka’ dipanggil, dipilih untuk menjadi berkat bagi umat Israel. Ketidaksenangan ini diluapkan dengan tuduhan bahwa Yesus melakukan penghujatan (ay.21). Mereka bukan senang atas kesembuhan yang dialami si lumpuh. Kehadiran Yesus dirasakan mengancam akan komunitas mereka.
Sebaliknya teman-teman si lumpuh pasti mendengar mujizat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus (ay.17). Oleh sebab itu, komunitasnya berusaha bagaimana temannya ini mengalami kesembuhan. Ia berusaha bagaimana pun caranya (ay.18), si lumpuh dapat mengalami lawatan penyembuhan-Nya (ay.19). Berarti ketika setiap pribadi merasa terbeban atas penderitaan temannya yang lumpuh, maka mereka segera melakukan sesuatu, yaitu membawanya kepada Yesus yang kebetulan datang ke daerah mereka. Hasil dari kesungguhan mereka adalah berkat kesembuhan dari si lumpuh. Komunitas seharusnya memiliki hati seperti itu: komitmen saling memberkati, bukan bersaing atau tersaingi.

2. Komunitas harus menghasilkan berkat.
Dalam Ay. 26 disebutkan “semua orang menjadi takjub dan memuliakan Allah.” Ketika ada komitemen seperti di atas, walau pun banyak kesulitan atau halangan. Apa pun harus dilakukan asal bertemu Yesus. maka tak mungkin tak ada anggota yang tak mendapatkan sesuatu pun. Bukan hanya bagi anggota komunitas tersebut, TETAPI orang di luar komunitas menjadi takjub dan memuliakan Allah. Kesembuhan hanya agen atau alat ALLAH untuk membawa setiap anak-anaknya yang mengalami berkat-Nya bersaksi, menjadi berkat dan memuliakan Allah. Menjadi sia-sia kalau kesembuhan yang dialami oleh si Lumpuh tak berdampak bagi masyarakat sekitarnya, yaitu semua orang kagum tak sekedar pada mujizat yang dialami oleh si lumpuh tetapi juga atas kesungguhan teman-temannya, Semua orang akhirnya memuliakan Allah. Ini seharusnya menjadi tujuan komunitas apa pun, yaitu semua pihak dapat memuliakan Allah, sehingga Allah disenangkan oleh apa yang dikerjakan anak-anak-Nya.

Sharingkan:

• Apakah peranku dalam komunitasku? Apakah hanya terus ingin dilayani saja? Mengapa?
• Apakah kesulitan atau halangan membangun komunitas yang sejati? Bagaimana mengusahakannya? Diskusikan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahan Komsel: MENJADI ORANG KRISTEN YANG MENULAR

“Persembahan Pembangunan Gereja”

“Keluarga yang Menjadi Kawan Sekerja Allah”