Berkejaran Dengan Waktu



3 Yohanes 1:2-4
Kita akan selalu diperhadapkan dengan sebuah persimpangan. Sebab hidup ini sendiri berisikan sederet pilihan. Bagaimana kita memilih dan apa yang dipilih akan menentukan kehidupan yang dijalani di masa mendatang. Sayangnya banyak orang yang menjalani hidup tanpa pemahaman yang benar tentang bagaimana seharusnya memilih dengan benar.
Dan pilihan penting itu adalah pendidikan rohani sejak dini bagi anak-anak rohani kita. Meski kita tertarik pada hal-hal yang bersifat rohani namun belum tentu kita berminat untuk hidup secara rohani.[1] Alasannya sederhana: Sebab Hidup rohani mengharuskan kita untuk menanggalkan kendali hidup kepada Tuhan. Dalam mementoring seseorang, kita harus berpacu dengan waktu, sebab dunia ini makin tidak terkendali dan kehidupan orang Kristen dan non-Kristen tidak lagi terlihat. Jadi kita harus terus menerus dan tidak jenuh-jenuh mendidik mereka dalam firman dan keteladanan.
 Yohanes menyebutkan kata "sukacita" dua kali (ayat 3 dan 4). Sukacita yang didapatkan karena Yohanes memperoleh berita bahwa Gayus "hidup dalam kebenaran" (ayat 3), dikarenakan pendampingan yang dilakukannya. Ketika Gayus dibina untuk hidup dalam kebenaran, maka dia bisa:
1.      Hidup baik-baik (Euodow – Yun, mayest prosper - KJV), dan sehat (bisa secara tubuh dan juga sehat rohani) dalam segala sesuatu. Kata ‘baik-baik’ ini dapat diartikan dengan sebuah kesuksesan dalam meraih sesuatu, hidup yang diberkati atau diberi kemudahan dalam perjalanan hidup mereka [bandingkan dengan Amsal 20:7 ‘orang benar yang bersih kelakuannya, berbahagialah keturunannya].
2.      Ia juga mendengar bahwa "anak-anakku hidup dalam kebenaran" membawa sukacita besar bagi sang Penatua (ayat 4). Istilah "anak-anakku" (Yun – ‘teknon’) mengungkapkan kedekatan relasi antara ayah dan anaknya, teman, dll. Tiada sukacita terbesar selain melihat anak-anak rohani atau anak-anak secara jasmani kita dapat hidup dalam kehendak Allah.
3.      Gayus memberikan hati dan rumahnya untuk menampung para tamu (ayat 5-6). Seorang yang hidup dalam kebenaran firman akan selalu memberikan hidupnya bagi orang lain atau berbagi berkat kepada orang lain. Dia tidak akan pernah menahan berkat-Nya dalam hidupnya untuk orang lain. Gayus bukan saja hidup dalam kebenaran, ia pun hidup dalam kebaikan. Kita harus memberi contoh konkret kepada anak-anak kita sebelum dirinya dapat berbuat baik kepada sesama. Anak belajar paling banyak bukan dari perkataan melainkan perbuatan kita. Kesediaan kita untuk menolong serta membagi apa yang kita miliki adalah bukti nyata kasih kepada Tuhan dan sesama.
Ini bukan dapat dikerjakan hanya dalam sekejap tetapi dilakukan tidak dalam waktu yang singkat (proses yang panjang) dan dikerjakan secara intens. Jikalau saudara ingin melihat generasi selanjutnya hidup dalam kebenaran, maka segeralah didik anak-anak kita didalam kebenaran firman Tuhan (Amsal 29:17 ‘Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu). Jangan menunda lagi, pakailah setiap waktu (kesempatan) untuk memberi pengaruh kita agar mereka bukan menjadi penonton belaka, tetapi menjadi pelayan yang baik! Pilihlah mulai saat ini, mau menjadi pelayan yang baik atau hanya menjadi orang yang baik-baik melayani.
Diskusikan:
·         Sudahkah kita melakukan mentoring kepada anak-anak rohani kita?
·         Apakah pergumulan [suka-duka] kita dalam melakukan mentoring itu?


[1] Lihat lebih detil dalam buku ‘Transforming Discipleship’ by Greg Ogden, Literatur Perkantas Jatim: 2012.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahan Komsel: MENJADI ORANG KRISTEN YANG MENULAR

“Persembahan Pembangunan Gereja”

“Keluarga yang Menjadi Kawan Sekerja Allah”