"Tiada Keluarga yang Sempurna"
1
Samuel 8:1-9
Berbahagialah orang yg takut akan Tuhan… Anak Cucunya… Harta dan Kekayaannya…. Kebajikannya
tetap untuk
selama-lamanya Mazmur 112:1-3
Pengajaran
Keluarga
dibentuk agar setiap anggota keluarga (suami-istri dan anak) dapat saling
mengasah karakter untuk kemudian menjadi alat kemuliaan Tuhan. Setiap hari kita
selalu diperhadapakan dengan berbagai keputusan, yang jumlah tak terbilang, - Dari
yang bersifat rutin: hari ini mau pakai baju apa, mau masak apa untuk
keluarga, atau mau makan apa? Atau hal-hal yang biasa, seperti ketika mau
belanja: Apakah barang itu harus dibeli sekarang atau ditunda; ketika
mengendari kendaraan bermotor: apakah saya mau melewati jalan yang ini atau
yang itu saja; dsb – Sampai yang penting sekali untuk kehidupan
kita: yang membutuhkan waktu yang lebih panjang, diskusi dengan yang
lain untuk diminta pendapatnya, namun, acapkali melalui suatu proses , banyak
kali keputusan kita dipengaruhi oleh standar dunia untuk memutuskan apa yang harus
dilakukan .
Samuel belajar
sesuai petunjuk Tuhan ketika dia mau memilih raja untuk Israel, namun ketika memutuskan
untuk mengangkat Yoel dan Abia, putra-putranya menjadi hakim di bagian selatan
wilayah Israel, ia sesungguhnya tidak bertanya apakah Tuhan berkenan kepada
anak-anaknya. Padahal mereka tidak memiliki kualifikasi seperti ayah mereka. Celakanya, anak-anak Samuel ternyata tidak lebih baik
dari anak-anak imam Eli. Anak-anak Samuel mengejar laba, menerima suap,
dan memutarbalikkan keadilan (ayat 1-3). Alkitab
memang tidak memaparkan dengan jelas, mengapa Samuel melakukan keputusan
‘lemah’ seperti itu? Apakah dia berpikir, bahwa dia bisa mengajar,
membimbing mereka jika melakukan pelanggaran? Apakah karena sudah terlalu uzur
sehingga dia tidak lagi menegor mereka?Apakah dalam rutinitas pelayanan dia,
dia melupakan bahwa mengangkat anak-anaknya juga sebagai hal penting? Apakah
memang jabatan imam itu turun temurun, tidak perlu kualifikasi dan bertanya
kepada Tuhan? Kita tidak tahu jelas. Namun, bukankah keputusan rohani ini sangat
penting bagi diri mereka dan Israel.
Memang
kerohanian seseorang sangat mempengaruhi segala keputusan yang diambilnya! Kedisiplinan rohani kita membuka diri kita
untuk mengalami dan merayakan Allah ditengah-tengah kerutinan dan keseharian
kita. Akibat dari keputusan Samuel itu, maka rakyat
meminta kepada Tuhan seorang raja (ayat 5).anak-anak Samuel memanipulasi
‘pelayanan’ untuk kepentingan mereka pribadi. Mereka dekat bait Allah, tetapi
tidak dekat Allah!!! Sungguh mengerikan. Memang anggota Keluarga merupakan tempat menikmati berkat-berkat
dari jerih payah pelayanan Samuel, namun tidak dengan cara
seperti itu. Namun itulah kekurangan Samuel, kurang tangguh dalam melatih hati yang
mengasihi dan takut akan Tuhan dalam melayani Tuhan. Peran dia untuk
mempersiapkan generasi yang lebih tangguh daripada dia menjadi ‘gagal’. Pelayanan
pada Allah dan anak tak boleh terpisahkan. Terlepas dairi kelemahan itu, Allah
tetap menghargai integritas Samuel.
Salah satu
hal penting yang bisa Saudara pelajari dari kasus keluarga Samuel ini ialah
bahwa keluarga tokoh sebesar Samuel pun tidak lepas dari masalah dan beban
hidup. Jika saat ini pasanganmu atau anak-anak kita sedang amat bermasalah - belajarlah
dari Samuel. Lakukan tindakan tegas jika
memang itu diperlukan, mintalah belas kasihan-Nya, seraya tetaplah bertekad
untuk terus hidup "bersih”, agar anak-anakmu, pasanganmu dapat mendekat
dengan Tuhan kembali.
DISKUSIKAN:
·
Apakah engkau masih setia
ditempat dimana Allah menempatkan kamu (dalam pelayanan, dalam keluarga, dalam
pekerjaan, dsb)
·
Apakah engkau masih setia
mengembangkan hubungan yang akrab dengan Tuhan dan anggota keluarga? Mengapa?
Komentar