KESABARAN

Matius 18:23-35
"Orang yang sabar besar pengertiannya" (Amsal 14:29).
Apakah kesabaran itu?
Kata Makrothumia (μακροθυμέω = Yunani) digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan sikap Allah atas manusia, yang hidup dalam kejahatan, kebebalan dan sikap yang selalu melawan (Roma 2:4). Jadi Kesabaran adalah sikap yang mampu menahan diri dari amarah/perasaan dendam/ fitnahan dan sebagainya (Kolose 3:13) serta tekun dalam menanggung kesesakan, tekanan dan penderitaan, yang membawa kemenangan.
Perikop ini mengisahkan tentang perumpamaan mengenai seorang raja yang memutuskan untuk menyelesaikan rekening-rekeningnya dengan mereka yang berhutang padanya. Orang kepercayaannya menyodorkan seorang yang berhutang jutaan dolar [10.000 talenta -- > 1 talenta = 6.000 dinar. 1 dinar = upah sehari]. Kalau UMR - sehari 75rb, maka total 4.5 trilyun

Sang raja dengan cepat menyatakan bahwa laki-laki itu bersama istri dan anak-anaknya harus dijual untuk melunasi hutang (ayat 25). Karena ketidakmampuannya untuk membayar, orang itu akan kehilangan segala-galanya dan semua orang yang ia sayangi. Tidak mengherankan. sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: "Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan." Lalu si raja tergerak oleh belas kasihan sehingga ia membebaskannya dari hutangnya. Orang yang berhutang itu tidak memohon belas kasihan atau pengampunan; ia memohon kesabaran

Sama ganjilnya adalah penampilan tunggal dari kata ini [Makrothumia], Yesus menggunakannya 2 X dalam kisah ini dan tidak pernah menggunakannya lagi. Kata ini tidak pernah muncul lagi di mana pun dalam Injil. Barangkali penggunaan yang jarang ini adalah cara menonjolkan gaya abad pertama. Yesus menyimpan kata ini dalam kejadian untuk menjelaskan satu hal. Kesabaran lebih Daripada satu kebajikan bagi antrian panjang dan pelayan-pelayan yang lamban

Andai tidak ada kesabaran, maka tidak akan ada kemurahan hati. Tetapi sang raja sabar, dan laki-laki dengan hutang berjuta-juta dolar itu diampuni. 

Celakanya, Orang yg baru saja diampuni itu mencari seseorang yang berhutang uang kepadanya, sebesar 100 dinar (bukan satu Talenta, yagn seharga 6.000 dinar) kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: "Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. (Matius 18:28-29). 

Sang raja terperangah. Bagaimana orang ini bisa begitu tidak sabaran? Berani-beraninya dia bersikap tidak sabar seperti itu. Tinta dari cap DIBATALKAN masih basah pada rekening orang itu. Kita sangat mungkin berpikir bahwa orang yang baru saja diampuni dan dibebaskan dari hutang begitu besar PASTI akan memiliki kasih sayang yang sangat besar. Tetapi orang ini tidak, dan hal itu harus dibayar mahal olehnya (ayat 32-34); seharusnya engkau memiliki kesabaran yang lebih daripada kesabaranku karena kamu berhutang lebih banyak dan lebih besar dari orang yang berhutang kepadanya. Jadi kesabaran sang raja tidak memberikan dampak apa-apa kepada si hamba yang jahat itu. Ia diberi banyak kesabaran tetapi ia tidak memberi kesabaran, sehingga kita jadi bertanya-tanya apakah ia sesungguhnya mengerti pemberian anugerah yang diterimanya?.
INGAT! Roh Kudus adalah sumber segalanya bagi setiap orang yang percaya. Kesabaran akan mudah muncul jika kita dipenuhi oleh Roh Kudus, sebab salah satu sifat dari buah Roh adalah KESABARAN. Dan celakanya, Tuhan melatih kesabaran setiap anak-Nya melalui segala peristiwa (termasuk dalam hal-hal yang buruk, penderitaan, kondisi yang negatif) agar roh Kesabaran kita dilatih dan terlatih. Tidak mungkin buah roh itu muncul tanpa peristiwa-peristiwa yang diizinkan menghampiri hidup kita (Roma 8:28). Ketahanan akan penderitaan (Kesabaran – longsuffering) sangat tepat menggambarkan arti kesabaran. Jadi kesabaran tidak muncul dari kehidupan yang dipenuhi kelancaran tetapi dalam kesulitan. Nah kurangnya kesabaran kita itu, apakah karena kurangnya pengertian/pemahaman akan maksud Allah atas hidup kita melalui segala peristiwa itu?
Sharingkan:
1.      Mengapa dalam kondisi yang negatif (ekonomi terpuruk, atasan marah atau bawahan susah diatur, anak-anak tidak taat, dll), secara otomatis kita emosi, kesal atau mengeluarkan kata-kata yang tidak membangun? Bagaimana agar tidak selalu terjebak atau jatuh dalam respon yang seperti itu?

2.      Sejauh mana kesabaran Allah atas kita memberi pengaruh atas kesabaran kita kepada orang lain?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahan Komsel: MENJADI ORANG KRISTEN YANG MENULAR

“Persembahan Pembangunan Gereja”

“Keluarga yang Menjadi Kawan Sekerja Allah”