Mintalah, Carilah dan Ketoklah
LUKAS 11:1-13
And if by
prayer Incessant I could hope to change the will
Of Him who all things can, I
would not cease
To
weary Him with my assiduous cries. ~
John Milton
Kisah Yesus tentang seorang yang harus ‘memprovokasi' dengan
senyuman dan keriangan pada tetangganya di abad pertama agar dia mendapatkan belas kasihan dari tetangganya itu. Kisah ini diawali dengan seorang pria membuka
pintu untuk tamu-nya yang datang secara tak terduga di malam hari [dan hal ini, lumrah dalam kondisi hidup di padang gurun, yang panas dan berdebu. Sinar matahari yang terik dan menyengat mendorong para peziarah melakukan perjalanan ketika matahari terbenam] hanya untuk menemukan ruang kosong bagi sang tamu itu untuk berbaring sejenak, sehingga esoknya bisa mendapatakan kekuatan baru untuk melanjutkan perjalanannya.
Di daerah yang dikenal karena keramah-tamahannya, maka adalah tidak sopan jika seseorang yang mau mampir sejenak untuk melepas lelah, kemudian sang tuan rumah mengusirnya, atau tidak memberinya sesuap makanan untuk memulihkan tenaganya. Oleh sebab itu, sang tuan rumah [yang saat itu sedang kehabisan persiadaan makanan] segera lari ke rumah tetangganya untuk meminjam roti.
Di daerah yang dikenal karena keramah-tamahannya, maka adalah tidak sopan jika seseorang yang mau mampir sejenak untuk melepas lelah, kemudian sang tuan rumah mengusirnya, atau tidak memberinya sesuap makanan untuk memulihkan tenaganya. Oleh sebab itu, sang tuan rumah [yang saat itu sedang kehabisan persiadaan makanan] segera lari ke rumah tetangganya untuk meminjam roti.
Kenneth Bailey, seorang misionaris Presbyterian yang pernah tinggal
di Lebanon selama 40 tahun lebih, menjelaskan dengan baik beberapa nuansa
budaya di balik cerita ini. Kebiasaan bagi orang Palestina menggunakan nampan perak untuk menaruh potongan-potongan roti, lalu mereka mencelupkan ke kuah daging dan sayuran itu, dan tidak jarang juga menyedu habis dengan kuah itu.
Si Pria dengan persediaan kosong itu kemungkinan meminta tetangga-nya untuk memberikan menu utama berserta rotinya. Memang, penduduk desa sering saling meminjam satu sama lain dalam keadaan darurat di saat-saat menerima tamu. Lalu Bailey memberikan satu contoh: "Sering ditemui suatu kebiasaan dari kehidupan primitif pedesaan di Timur Tengah, yaitu kebiasaan untuk mengumpulkan makanan yang memadai dari beberapa tetangga itu jikalau sang tamu yang ingin memperpanjang masa istirahatnya di kampung itu, atau saling meminjam makanan mereka kepada sang pemilik rumah yang kedatangan tamu itu.
Dalam cerita Yesus, meskipun, tetangga itu mengeraskan hati dan menolak
permintaan (lihat Lukas 11). Dan dia sudah siap menuju ke tempat tidur, berbaring
dengan keluarganya di atas tempat tidur - dan, selain itu, pintu rumah juga
sudah tertutup. Belum lagi ditambah dengan kata-kata: "Jangan ganggu aku," kepada tetangganya
itu. "Saya tidak mau dan tidak bisa bangun dan juga tidak bisa memberikan
apa-apa." Namun semua pendengar di Timur Tengah akan tertawa terbahak-bahak
dengan alasan yang tidak masuk akal ini. Dapatkah kita membayangkan kelakuan dari tetangga
seperti ini? Yesus bertanya. Pasti tidak! Tidak mungkin penduduk desa di daerah itu akan melakukan hal itu, pada masa itu! Dan yang dilakukannya dianggap tidak sopan. Jika dia tetap melakukannya, maka seluruh desa akan mengetahui
kelakuan dia pada keesokkan harinya!
Kemudian Yesus memberikan penekanan: "Aku berkata
kepadamu, meskipun ia tidak akan bangun dan tidak memberinya roti namun orang yang meminta itu adalah sahabatnya,
namun karena kegigihan pria itu [ketekunan, keberanian dan ke-tidak-malu-nya]
ia akan bangun dan memberinya sesuai dengan permintaannya"
Segera setelah perumpamaan itu, Yesus mengajarkan formula doa:
Jadi Aku berkata kepada-mu: Mintalah, maka akan diberikan
kepadamu; Carilah dan kamu akan mendapatkannya; Ketoklah, maka pintu akan
dibukakan bagimu.
Lukas menempatkan kisah ini tepat setelah Yesus mengajarkan
tentang Doa Bapa, untuk menggambarkan secara tajam antara tetangga yang enggan dengan
Allah Bapa.
Jika seorang tetangga yang rewel yang telah mengubah seseorang di malam ini, yang
enggan keluar mendapatkan tetangganya, terlebih lagi Allah, yang pasti akan melakukan
yang terbaik untuk kita - jika tetangga
seperti akhirnya membangkitkan untuk memberikan apa yang Anda inginkan, berapa
banyak lagi akan Allah akan tanggapi atas ketekunan kita yang berani berdoa,
dengan tidak putus-putusnya! Setelah semua, apa yang ayah Duniawi akan masukkan
ular di bawah bantal anaknya ketika ia meminta ikan, atau menjatuhkan
kalajengking di piring sarapan putrinya, dan
bukan telur?
Doa Bapa kami, sering menjadi kurang bermakna karena
akhirnya menjadi ritual gumaman, tidak sekedar sebagai mantra. Oleh sebab itu
biarlah kisah ini memberikan cahaya baru bagaimana seharusnya Kita berdoa, seperti
salesman yang kakinya disisipkan di pintu yang hendak ditutup oleh sang Tuan
Rumah, seperti pegulat yang memiting leher lawannya, mengunci badannya dengan
ke dua belah kakinya dan tidak akan membiarkan pergi dengan kemenangan.
Allah "terus mengawasi kita dan tidak pernah terlelap,"
menjanjikan suatu mazmur kenyamanan. Meski begitu, kadang-kadang ketika kita
berdoa rasanya seolah-olah Allah memang tertidur. Maka kisah ini menyiratkan
kita untuk menaikkankan volume suara kita. Jadi berusahalah dengan gigih ,
seperti tetangga tak tahu malu di tengah malam.
Komentar