Humility: To Love God Is to Cooperate with His Grace
1 Samuel 25
Ada seorang wanita bernama Abigail dalam 1 Samuel 25
yang harus memutuskan untuk hidup di antara anugerah dan kepahitan.
Abigail adalah seorang wanita sangat akrab dengan
kesulitan demi kesulitan, berada dilingkuna orang-orang yang berkarakter buruk,
mendapatkan penolakan, dan hal-hal yang tidak hilang walau dia berharap itu bisa
‘menguap’. Tapi entah kenapa dia tetap bisa bertahan menghadapi semua ini. Dan ketegarannya
ternyata memiliki dampak besar pada
kehidupan Daud.
Alkitab mengisahkan Daud yang mengalahkan Goliat,
yang telah menjadi raja Israel, yang, meskipun berkali-kali tersendat dan jatuh,
Allah mengatakan dialah pria yang ada dihati-Nya sendiri. Daud inilah yang
menjadi salah satu dari garis keturunan Raja Yesus, yang akan datang. Tetapi Abigail
tidak banyak dibicarakan atau digembar-gemborkan pada hari ini. Saya tidak
yakin mengapa seperti itu?. Jikalau orang lain telah tiba di surga dan memiliki
persekutuan dengan orang-orang kudus, akan geger, karena Abigail ada di antara salah
satu yang ada dalam daftar itu. Saya merasa cukup yakin kita ditakdirkan untuk
menjadi ‘Best Forever Friends’. Tentu saja, Abigail tidak mengetahui hal ini,
jadi jika saudara sampai di surga sebelum saya, tolong jangan katakan pada
Abigail dan membuat dia berpikir aku yang menyebarkan hal ini.
Tapi sesungguhnya, aku suka wanita ini (ay.3b). Dia
menikah dengan orang bodoh bernama Nabal - namanya secara harfiah berarti
"bebal" [Ibrani], yang sangat terhina oleh keberadaan Daud. Daud dan pengawal
Daud telah melayani Nabal dengan melindungi kawanan ternaknya (ay.7,15-16), dan
karena saat itu adalah hari raya, ia mengirim pesan ke Nabal yang meminta "belas
kasihannya," dengan meminta makanan dari pesta raya itu (ay.8). Akar kata
Ibrani untuk "belas kasihannya," ini adalah chen, yang juga berarti
"anugerah". Tetapi Nabal menolak permintaan David. Dia tidak
memberinya makanan. Yang pasti dia tidak membalas dengan kebaikan atau rahmat.
Sebaliknya, ia menjawab dengan penolakan yang menyebalkan Daud dan anak buahnya
(ay.10-11). Akhirnya, Daud, pada gilirannya, bersumpah akan membunuh Nabal dan
semua harta miliknya (ay.13,17).
Jelas situasi yang mengerikan ini disebabkan oleh
kata-kata yang ceroboh dari suaminya, yang sangat mempengaruhi Abigail. Dan situasi
itu tampak begitu keras pada diri Abigail. Saya yakin kekejaman dan kebodohan
Nabal sering berbalik menyerang dirinya sendiri daripada ke orang lain (lihat
ay.17b,21-22)
Abigail mungkin merasa tertolak lagi dan ‘terluka’ lebih
dalam lagi atas pernikahannya. Tapi bukannya ‘ruang penolakan’ ini terisi rasa
tidak nyaman atau ‘kemarahan’, malah dia menemukan ketegaran yang terisi oleh air
anugerah. Semakin dia terluka, semakin dia belajar bagaimana untuk membantu
orang lain yang terluka juga. Dalam situasi ini, dia menemukan cara untuk
memberikan Daud tidak hanya makanan dari pesta itu tetapi juga kebaikan dari
kasus penolakan Nabal pada diri Daud (ay.18-19). Dia memberi kepada Daud dari ketiadaan-nya
sendiri, dari ruang-ruang yang kosong dihatinya, yang terpenuhi oleh anugerah Allah.
Dengan ruang hati yang sangat besar oleh kasih karunia, dia mendekati Daud,
pria yang hendak membunuh keluarganya dan pembantu, dan segera dia bersujud di
hadapan Daud (ay.23).
Sikap yang luar biasa!. Tapi, si laki-laki Nabal itu
sulit untuk hidup seperti ini di saat hatinya yang panas itu terluka. Aku
tertegun oleh begitu baik-nya kehidupan yang meliputi Abigail ini. Saya sebenarnya
sulit untuk menemukan belas kasihan dalam kisah hidupnya. Namun setelah semua ini,
kalimat pertama Abigail kepada Daud tampak begitu luar biasa: “Letakkan pada diriku, kesalaha itu, Tuanku”[On me alone, my lord, be the blame]-
1 Samuel 25:24 NASB
Bagaimana dia mengolah semua ini dengan cara yang positif
atau sehat seperti itu? Adakah dia bimbang hati untuk melakukan itu? Bukankah
tidak sedikit orang-orang yang memiliki ‘hati yang dipenuhi kotak kepahitan yang
sudah berbau busuk’ terhalang untuk bisa berjalan ke arah yang sehat seperti itu?
Saya tidak tahu detil hal ini. Tapi saya hanya
melihat hati yang kooperat dari anugerah Allah atas kehidupan Abigail.
Anugerah yang diberikan tidak otomatis membenarkan
suaminya atau membenarkan Daud. Namun Anugerah itu menyelamatkan kehidupan Abigail.
Anugerah Itu mendinginkan hati Daud yang lagi panas.
Anugerah itu membuat orang-orang tersebut, mem-pause getaran pedang di tangan mereka
dan kematian di pikiran mereka (ay.13,22). Aku hampir bisa melihat tangan
mereka dipenuhi senjata dan tubuh mereka penuh getaran haus darah. Apa adegan
yang akan terjadi selanjutnya?. Meskipun Abigail merendahkan diri, tetapi
anugerah mengangkat hidup Abigail ke atas. Dia menolak untuk menjadi korban dari
keadaan dia tidak dapat sepenuhnya diubah oleh hidupnya. Namun Abigail berusaha
sebisa yang dilakukannya (ay.31).
Tidak mungkin untuk memegang banner dari kematian dan
kemenangan, secara bersamaan. Dengan pikiran kemenangan, ia membungkuk menyembah
Daud dan, mendapatkan keberanian besar, mengizinkan ‘perasaan bersalah yang menyelimuti’nya
ditaruh dibahunya. Setelah semua, dia satu-satunya yang cukup kuat untuk
mengatasinya.
Keaiban dari pernikahannya dengan seorang pria
bernama ‘KEBEBALAN” secara diam-diam bekerja mendatangkan sesuatu yang baik jauh
di dalam kedalaman jiwa Abigail. Semakin dia bekerja sama dengan anugerah,
semakin keaiban pernikahannya mengubahnya menjadi seorang yang rendah hati.
Kerendahan hati tidak bisa dibeli dengan harga murah. Ini adalah kerja yang
panjang dari kasih karunia demi kasih karunia dalam perjalanan sakit hati kita.
Kerendahan
hati memberi Abigail keuntungan terbesar dalam percakapan antara hidup atau
mati dengan David. Kerendahan hati membuka pintu kesempatan yang penuh anugerah.
Komentar