AKHIR KE-AKU-AN/KU

[Lukas 7:36-50]


PENDAHULUAN
Menurut kamus Webster, egois atau mementingkan diri sendiri (selfish) bisa diartikan:  memperhatikan diri sendiri secara tidak pantas atau berlebihan;  mendahulukan kenyamanan dan keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain.  Orang yang egois adalah orang yang menjadikan dirinya sebagai pusat, lebih mengutamakan kepentingan dan perasaannya sendiri tapi tidak mempedulikan kepentingan dan perasaan orang lain.
Kasus Di Alkitab: 
  1. Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: “Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?” Kata-Nya lagi kepada mereka: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” (Lukas 12:13-15) Ia datang untuk meminta keadilan kepada Yesus. Tetapi memanfaatkan Yesus untuk kepentingan dirinya: mau menang sendiri; mementingkan kenyamanan dan kesenangan diri sendiri. 
  2. Yakobus 4:2-3 mengatakan: “Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.

TIGA JENIS KEAKUAN: yang pertama, mereka yang ingin mengatur diri sendiri dan tidak mau mendengarkan orang lain. yang kedua, orang yang berpikir dirinya benar dan selalu memandang rendah orang lain, yang berpikir bahwa setidaknya “aku” tidak seperti mereka. Dan yang terakhir, adalah orang yang bergantung pada dirinya sendiri. Orang seperti ini mungkin tidak mengagungkan dirinya sendiri, tetapi ia duduk di ruangannya sendiri tidak mencari bantuan orang lain ketika ia sendiri membutuhkannya. Di antara semua bentuk dan wujud KE-AKU-AN ini, ada satu kesamaannya: diri sendiri.
Obsesinya adalah AKU: Diri-nya menjadi standar kebenaran, bukan firman Tuhan. Benar atau tidak tergantung pada dirinya (lihat orang-orang Farisi). Obsesinya adalah AKU: Pengagungan diri. Ia berusaha mempromosikan diri sendiri di dalam segala sesuatu yang dilakukannya. Mereka ingin dikenal, ingin orang-orang memandangnya, ingin orang-orang mengakui ‘ke-aku-annya’.
PEMBAHASAN
Di dalam bacaan yg akan kita lihat hari ini, ada pengontrasan dua  tokoh, yaitu Simon, si orang Farisi dan Wanita Pendosa. Tidak terlalu jelas mengapa seorang Farisi mengundang Yesus: mungkin sekali mau berdiskusi (seperti Nikodemus), mungkin untuk mengukur standard rohaninya (seperti orang muda yang kaya-raya); mungkin untuk mendapatkan pujian karena ajak makan Rabbi;
Yang pasti Simon, bukan Anti atau Pro akan Yesus. Ia orang yang netral. YANG PASTI, Simon tidak se-antusias, seperti Nikedemus, WALAU Demikian ia melalaikan kebiasaan orang Yahudi, yang diabaikannya:
1)     Tuan rumah wajib menyambut sang tamu dengan mencium tangannya, sebagai tanda selamat datang. Tetapi ini tidak dilakukannya.
2)     Pembasuhan kaki, setiap tamu yang datang, dipastikan kakinya kotor, dan tuan rumah juga wajib menyucikan kaki sang tamu dengan ‘upacara pembasuhan kaki’, sebagai tradisi orang Yahudi yang mementingkan kebersihan/kekudusan. Minim, kalau tidak membasuhkan, dia menawarkan satu baskom air agar sang Tamu menyuci kakinya sendiri.Padahal, sebagai pemuka agama dan di hadapan rekan-rekan rohaniawan lainnya seharusnya ia tidak mengabaikan aturan agama, yang dianutnya.
Pengabaian ini diawali karena sikap ‘memiliki sesuatu’, status social (posisi sebagai pemuka agama), mungkin kenyamanan, kekuasaan, kekayaan, yang makin menjebaknya untuk menjauhi anugerah-Nya.
APAKAH YANG menyebabkan Simon SEPERTI itu? Tentu, minimnya pengenalannya akan YESUS.
Sangat mungkin undangan Simon hanya untuk membuktikan apakah Yesus sebagai Rabbi dan Nabi… itu terlihat dari …. Pernyataannya di dalam ayat 39: “Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus melihat hal itu, ia berkata dalam hatinya: ‘Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamahNya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa.’”. Simon segera menyimpulkan Yesus bukan nabi, lalu berasumsi bahwa seorang “Nabi hanya bergaul dengan orang yang tidak masuk dalam kelompok orang berdosa”.
Selain itu: Simon merasa TIDAK memBUTUHkan YESUS, IA merasa dirinya tidak merasa miskin (bandingkan dengan Mat 5:3). Merasa diri cukup rohani,  perasaan diri penuh firman, maka wajarlah ANUGERAH itu menjauh darinya.
Semakin kita tidak tahu kita rusak, semakin kehancuran itu menenggelamkan hidup kita. Pengenalan Allah yang tidak tepat membuat pengenalan dirinya sangat buruk.
Contoh Kasus:
  1. Apakah yang membedakan Saul dan Daud; Bukan karena fisik yang satu begitu gagah dan yang satu biasa saja, mereka bukan sekedar sama-sama diurapi Samuel menjadi raja, mereka juga sama-sama bukan siapa-siapa; sama-sama terperdaya dosa; mereka sama-sama tidak menghidupi anugerah Tuhan. Yang satu merasa tidak memiliki pengenalan yang tepat akan Allah; sebaliknya Daud memiliki pengenalan yang tepat akan Allah. Ketika Saul ditegur, ia banyak berdalih ini dan itu; namun di saat posisi yang sama terjadi pada Daud IA TIDAK BERDALIH tetapi langsung ia bertobat, ia merasa sangat berdosa (Mazmur 51). Walau harus menjalani hukuman, namun anugerah Tuhan masih melawat dia.
  2. Apakah yang membedakan Yudas dengan Petrus; mereka sama-sama murid Yesus, sama-sama berkesempatan untuk menikmati anugerah karena terpilih sebagai ‘orang khusus’; awalnya sama-sama memikirkan ‘ego’ mereka; sama-sama mendapatkan pengajaran-pengajaran yang penting dan luar biasa dari Tuhan Yesus sendiri.  Yudas ketika ‘ego’ tak terpuaskan memilih jalannya sendiri; sedangkan Petrus dia bangkit dan mendatangi Yesus. Tidak dengan Yudas yang menggantungkan dirinya.
  3. Murid-murid yang lain, apakah lebih baik? Tidak JUGA! semula menganggap Yesus sebagai manusia biasa, tetapi lambat laun pengenalan mereka terhadap Tuhan Yesus membuat mereka memiliki komitmen yang merelakan setiap langkah diatur oleh-Nya, ini adalah suatu perubahan yang sangat drastis. Mereka, akhirnya menjadi orang-orang yang ‘GILA’ bagi Yesus.

 Kalau Simon tidak jelas tujuan mengundang Yesus, maka WANITA ini JELAS MAKSUD KEDATANGANNYA. WALAU jelas, NAMUN Dibutuhkan keberanian atau kegilaan dan resiko yang tinggi untuk datang mencari Yesus, bukan Yesus yang menjadi kekuatiran tetapi orang Farisi, teman-teman SIMON. Sebab dia tahu siapa dirinya, yaitu orang berdosa, sangat mungkin dia akan dilempari dengan batu, atau apa pun resikonya, yang membuat dia mati.
Tidak menutup kemungkinan, Wanita ini ragu-ragu ketika masuk ruangan itu. Ia tahu banyak mata yang tiba-tiba menyorot kepadanya: sorot mata kejijikan; sorot mata penolakan; sorot mata kemarahan; atau mata yang tertunduk karena rasa malu (mungkin ‘maaf’ ada yang pernah mencicipi keindahan wanita ini). – jikakalau kita menafsir orang ini adalah Pelacur (walau tidak ada bukti kuat).

Yang Pasti! Alkitab mencatat, Perempuan sudah ada disana, itu artinya ia mampu mengatasi halangan untuk datang kepada Yesus. Ia sengaja mempermalukan dirinya, siap menanggung resiko agar ia bisa menjemput anugerah itu, agar ia mengalami lawatan anugerah istimewa. Jadi wajar kalau kemudian desakan syukur itu diungkapkan dengan meminyaki Yesus itu, rasa ketidak-berlayakannya mendesaknya dan tidak bisa dihentikan dengan segala halangan dan rasa malu (ay.42b-43).
Tiada akan pernah ke-EGO-an kita berakhir, kalau kita tidak menjadi GILA. Menjadi orang Kristen harus GILA, NAMUN gila untuk DIRI atau TUHAN? Dan memang terlalu banyak orang GILA bagi Kristus, tentunya juga bagi Kekristenan, karena komitmennya kepada Tuhan. Akhir dari ke-AKU-an wanita ini membuat dia bisa tiba di depan Yesus. Wanita ini indah tetapi rusak (Rom 3:9). Orang berdosa adalah orang yang merasa dirinya tidak memiliki kelayakan, tidak BERNILAI; tidak ada keBAIKan. Dosa terbesar adalah merasa baik dan benar; orang lain yang salah.

Kita ini memang sampah, yang tidak bisa dipakai, tidak punya nilai jual, sudah itu sombong NAMUN Dia telah memungut dan memperbaiki diri kita.

PENUTUP
Anda mau menjadi seperti siapa? Simon atau Wanita Berdosa itu? Ke-akuan Simon tidaklah  menjadikan dia murid Tuhan yang terundang, dan akhirnya dia menjadi orang yang betul-betul terbuang. Bagaimanakah dengan kehidupan kita sebagai orang Kristen, menjelang minggu sengsara, apakah kita mau tunduk? Apakah kita terus menyuapi ke-AKU-an tiap saat, sehingga menjadi bejana yang tak tersampahkan. Kita yang buat, bukan Tuhan! Atau kita mau menjadi wanita itu, mematikan ke-AKU-anku agar mengalami anugerah-Nya.
Ketika ke-AKU-anku berakhir, maka dipastikan orang akan melihat kehidupan kita yang dilawat Allah. Ketika ke-AKU-anku berakhir, maka dipastikan orang akan merasakan perubahan hidup kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahan Komsel: MENJADI ORANG KRISTEN YANG MENULAR

“Persembahan Pembangunan Gereja”

“Keluarga yang Menjadi Kawan Sekerja Allah”