"Tiada KePastian di Dunia Fana"

Yakobus 4:13-17

Ketika seseorang memiliki sesuatu khususnya kemampuan untuk mengelola alam ini, bisa jadi orang tsb tanpa sadar ingin declare bahwa segala hal bisa diprediksi, jikalau kita mau berusaha. Dengan berbagai alasan, maka mereka akan mengatakan alam itu pasti karena "sudah terbiasa" mereka jalani, mereka lakukan atau apa pun; apalagi semua itu dilakukan dengan kecermatan dan ilmu (sains)yang mereka pelajari.
Yakobus memperingatkan orang-orang kaya (kaya dalam keuangan, kaya ilmu, kaya talenta, dll) supaya tidak congkak dan menyombongkan diri, menjauhi pandangan duniawi dan materialistis (Yakobus 4:13-17; 5:1-6).
Kitab Yakobus ditujukan untuk dua kelompok di masyarakat/gereja saat itu, yaitu golongan kaya (agar tidak takabur dan memperhatikan kaum miskin) dan golongan miskin (agar mereka tidak putus harap dan belajar percaya kepada-Nya).
Yakobus mengingatkan jemaat yang terlalu percaya diri dan congkak itu, yang yakin pada masa depan mereka, untuk menyadari bahwa hidup ini penuh dengan ketidakpastian, singkat dan rapuh. Lebih baik mereka mempercayakan semuanya kepada Allah yang mengendalikannya (ay.14).
Sebab kehidupan adalah suatu perjalanan dengan banyak elemen yang tak terduga. Justru karena itulah Yakobus memperingatkan kita untuk berbalik dari kecongkakan yang tidak memperhitungkan kuasa Allah (ay.16). Ia pun menasihati kita: “Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu’” (ay.15). Peristiwa dalam hidup kita mungkin serba tak pasti, tetapi ada satu hal yang pasti: di tengah segala pengalaman hidup yang tidak terduga, Allah kita takkan pernah BERUBAH.
Dalam merencanakan sesuatu, seharusnya orang lebih memperlihatkan ketergantungannya pada Tuhan. Perencanaan memang perlu, tetapi jangan lupa juga untuk mencari kehendak Allah sebelum memutuskan sesuatu. Ke-Mutlak-an hanya ada dalam Allah. Ketika seseorang berani dengan mutlak mengatakan apa yang akan dilakukan esok hari, seolah-olah dia ingin berkata: "Ia tahu segala hal dan bisa mengendalikan segala hal". Selain itu, dari pernyataan-pernyataan itu, Yakobus ingin mengingatkan bahwa si pedagang itu SANGGUP melakukan apa saja dengan sesukanya dan merasa puas dengan dirinya sendiri. Mereka tidak hanya melupakan sesamanya, tetapi juga melupakan Allah dalam perencanaan-perencanaan hidup. Mereka tidak mau Allah campur tangan dalam pengambilan keputusan.
Refleksi: Seberapa jauh saya melibatkan Allah dalam seluruh perencanaan masa depan ini dan pergumulan menghadapi perencanaan itu di dalam tangan Allah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahan Komsel: MENJADI ORANG KRISTEN YANG MENULAR

“Persembahan Pembangunan Gereja”

“Keluarga yang Menjadi Kawan Sekerja Allah”